AP2 Indonesia Ingatkan BNI Jaga Etika Kenegaraan dalam Penataan Simbol di Ruang Pimpinan

Koran-beritaindonesia.online | KENDARI — Aliansi Pemuda dan Pelajar (AP2) Indonesia berencana melaporkan Kepala Cabang Bank Negara Indonesia (BNI) Andounuhu ke pihak kepolisian. Langkah ini diambil setelah ditemukan penataan foto Presiden dan Wakil Presiden di ruang pimpinan cabang yang dinilai tidak sesuai dengan etika kenegaraan.

Dewan Pembina AP2, La Ode Hasanuddin Kansi, menyampaikan bahwa dalam pengamatan pihaknya, foto Wakil Presiden ditempatkan lebih tinggi dibandingkan foto Presiden, bahkan melampaui posisi Lambang Negara Garuda Pancasila yang juga terpajang di ruangan tersebut.

“Setiap orang yang masuk ke ruangan akan menilai bahwa Presiden lebih rendah dari Wakil Presiden. Padahal secara konstitusi, Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Kami akan membawa hal ini ke polisi sebagai bentuk protes atas penggunaan simbol kenegaraan yang tidak semestinya,” ujar La Ode Hasanuddin di Kendari, Rabu (5/11/2025).

Ia menilai tindakan tersebut mencoreng wibawa lembaga kepresidenan yang merupakan simbol kenegaraan. Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), BNI menurutnya seharusnya memberi contoh dalam menjaga etika kenegaraan.

“BNI adalah perusahaan milik negara. Tidak pantas jika ruang kerja justru menampilkan pemandangan yang menggambarkan seolah-olah wakil presiden lebih tinggi kedudukannya dari presiden. Ini bisa menimbulkan persepsi keliru di mata publik,” tambahnya.

IMG-20251105-WA0019 AP2 Indonesia Ingatkan BNI Jaga Etika Kenegaraan dalam Penataan Simbol di Ruang Pimpinan

Hingga berita ini ditayangkan, pihak BNI Cabang Andounuhu belum memberikan keterangan resmi atau klarifikasi terkait temuan tersebut.

Tata cara penempatan gambar Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Dalam Pasal 55 ayat (1) disebutkan bahwa:

“Lambang negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi dari bendera negara, sedangkan gambar resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah dari lambang negara.”

Dengan demikian, foto Presiden dan Wakil Presiden harus sejajar satu sama lain dan berada di bawah Lambang Negara Garuda Pancasila. Penempatan yang tidak sejajar atau melebihi lambang negara dianggap melanggar tata krama kenegaraan.

Secara hukum, foto resmi Presiden dan Wakil Presiden bukan simbol negara utama, seperti bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, Garuda Pancasila, atau lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Namun, keduanya termasuk simbol kenegaraan, yaitu lambang penghormatan terhadap kepala negara dan kepala pemerintahan yang memegang kekuasaan tertinggi di Indonesia.

Karena itu, penempatannya harus mencerminkan rasa hormat dan etika kenegaraan, terutama di lembaga-lembaga pemerintah maupun BUMN.

Selain sisi etika, AP2 Sultra juga menyoroti aspek hukum. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 1 Tahun 2023, Pasal 218 dan 219 mengatur pidana bagi siapa pun yang menyerang kehormatan atau martabat Presiden dan Wakil Presiden, baik melalui pernyataan, gambar, maupun tindakan yang bersifat merendahkan.

Namun sejumlah pakar hukum mengingatkan bahwa penerapan pasal tersebut harus memperhatikan unsur kesengajaan dan niat menghina, bukan semata kesalahan teknis dalam penataan.

La Ode Hasanuddin menegaskan bahwa pihaknya tidak mencari sensasi, melainkan ingin mengingatkan pentingnya etika dalam menghormati simbol kenegaraan.

“Kami tidak mencari sensasi. Ini soal etika bernegara. Presiden adalah simbol tertinggi negara, jadi tidak boleh diremehkan, apalagi oleh lembaga milik negara,” tegasnya.

Ia menambahkan, pihaknya tengah mengumpulkan bukti foto dan dokumentasi dari lokasi sebelum melayangkan laporan resmi ke pihak kepolisian.

AP2 Indonesia berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi semua lembaga pemerintah dan BUMN untuk selalu memperhatikan tata letak simbol kenegaraan, sebagai bentuk penghormatan kepada lembaga tertinggi negara dan nilai-nilai Pancasila. (red)

Share this content:

Post Comment